Minggu, 01 Februari 2015

My Scoliosis is Move!


On my way to home,
Still in Jakarta.
1-02-2015.
21:00

     My first visit to Back Up Clinic on 2015. Tak ada yang berbeda dari ruang tunggu yang elegan ini. Masih ada Kak Veni—yang menyambutku dari balik mejanya begitu aku membuka pintu klinik— dan Suster Ara—yang muncul dari balik pintu— tersenyum dan menatapku dari balik kacamatanya. Masih sama, tidak ada yang beda. Aku menghabiskan 3 jam perjalanan dengan Ayah, Ibu, dan kedua adikku, menuju kesini, APL Towers lt.25 yang lorong-lorong sepinya sudah sering kulewati bolak-balik. Sesampainya aku disana, pukul 13.45, dr.Liem ternyata masih lunch. Bagus, masih ada kesempatan untuk menikmati secangkir choco latte panas.
     Dr.Liem masuk tepat saat aku meneguk tetesan latte terakhirku. Dr.Fong masuk bersamaan. Mereka menyapa para pasien—selain aku ada seorang wanita paruh baya dengan dua asistennya— dengan ramah seperti biasanya. Lalu aku dipersilakan masuk. Ruangan dr.Liem, entah kenapa, pindah ke sebuah ruangan dengan sekat tirai biru yang tebal. Aku duduk dan seperti biasa, pertanyaan rutin dari dr.Liem pun dilontarkan.
"Berapa lama brace-nya kamu pakai?"
"Sudah exercise?"
"Masih sesak napas?"
"Ada bagian yang sakit?"
"Ada tali yang longgar?"
"Shoelift-nya dipakai,kan?"
     Aku menjawab semua dengan hanya anggukan atau gelengan kepala. Sampai sekarang, aku masih belum terbiasa bercakap-cakap dengan dr.Liem. Bukan karena kemampuan bahasa Inggrisku parah, aku hanya terlalu malu untuk bertanya atau menyapanya. Tidak usah bilang, aku tau aku payah.
     Lalu dr.Liem memeriksaku seperti biasanya. Aku disuruh berdiri dan tulang punggungku ditandai. Oh iya, hari ini, aku ditemani Suster Ara. Dengan setianya ia berdiri disampingku dan mengulangi kata-kata yang diucapkan dr.Liem.
"more than 5 clockwise"
"10 counter clockwise"
"5 clockwise"
Aku. Tidak. Mengerti. Apa. Yang. Dr.Liem. Ucapkan.
     Tapi seiring dia mengucapkannya, aku sering kali merasa takut. Aku takut kurva tulangku bertambah parah, atau mungkin rotation yang ada pada tulangku tidak berkurang, atau mungkin bahuku tambah naik? Aku hanya diam. Diam dan menatap cermin besar didepanku, sambil menahan dinginnya ruangan abu-abu itu. Perlu diketahui, aku hanya memakai kaus putih tipis tanpa lengan, dan celana pendek yang sama tipisnya, dengan brace mengikat sekujur tubuhku.
     Sebelum diperiksa menyeluruh, dr.Liem memintaku untuk melakukan exercise untuk pernapasan bersamanya. Karena ahli fisioterapi-nya sedang sakit, dan aku diharuskan untuk cepat-cepat berlatih untuk bernapas, maka dr.Liem akan mengajariku secara pribadi. Oh bagus sekali, sekarang untuk bernapas pun aku dilatih. Rasanya seperti terlahir kembali.
     Berlatih bernapas dengan perut, bukan dengan dada, bukan hal yang terlampau sulit. Tapi dengan skoliosisku, aku menjadi sulit untuk mengencangkan otot-otot diperutku. Jadi, dr.Liem memberiku 'oleh-oleh' sebuah bola untuk exercise-ku dirumah, yang harus kulakukan 3 kali sehari. Satu kali exercise aku harus melakukan tarik-napas-dengan-bola ini sebanyak 15 kali. Take a deep breath, hold it, and shooooo...
     Ok, it's not as easy as you think, so just wish me luck with this exercise.
     Next, waktunya pemeriksaan dengan corrective movement. Corrective movement dengan tipe skoliosisku tidak begitu sulit, bagi orang yang normal. Tapi bagiku, rasanya sangat tidak menyenangkan. Aku harus berputar, menggeser tubuhku ke arah yang berlawanan dengan melengkungnya skoliosisku, dan menurunkan bahuku sampai tulangku lurus. Dan itu sulit bukan main. Kuakui, aku anak yang malas berolahraga. Jadi, seluruh ototku lemas dan lembek sekali. Wajar jika aku kesulitan mengikuti dr.Liem yang dengan lincahnya mengajariku corrective movement yang benar.
     Setelah berulangkali melakukan corrective movement itu, akhirnya dr.Liem cukup puas dan mengizinkan aku berhenti. Lalu, waktunya mengukur skoliosisku dengan scoliometer. Bisa dibilang, aku sedikit tegang. Entah apalagi yang akan dr.Liem katakan. Dengan banyak sekali lepas-pasang brace, akhirnya dr.Liem memutuskan untuk 'mengembalikanku' ke RT1. Tipe brace saat aku pertama kali datang untuk bracing disana. Bracing-bracingku yang selanjutnya juga berganti-ganti tipe. Tipe terakhir adalah RT11-Modify+shoelift, yang merupakan perpaduan antara RT1 dan RT11. Mengapa aku kembali berganti tipe brace? Skoliosisku pindah. Ya. Pindah.
     Kata pertama kali yang dr.Liem lontarkan dengan lugas—setelah banyak menggumam kecil—saat bracing tadi adalah "Puteri, your scoliosis is move," dengan tanpa ekspresi sama sekali, selain mengerutkan keningnya. Aku sangat terkejut. Apa maksudnya? Saat melihat wajahku yang mungkin terlihat shock, dr.Liem tersenyum dan berkata tenang, "wajar, kamu masih dalam masa pertumbuhan". Aku sedikit lega.
     Setelah bracingku selesai, aku diizinkan berganti pakaian. Ketika aku berganti pakaian, dr.Liem memberitahukan sesuatu pada ibuku. Aku mendengarnya. Aku tidak tau apakah itu bisa disebut kabar yang menyenangkan.
     "Skoliosis Puteri, pindah ke bawah. Wajar, ada beberapa anak yang juga mengalami ini. Karena ia dalam masa pertumbuhan. Jadi, saya mengganti tipe brace-nya dengan RT1, lagi, karena itu memang lebih sesuai dengan skoliosisnya yang sekarang," ujar dr.Liem. "Lalu, satu hal lagi. Ada seseorang yang memang secara genetik memiliki skoliosis. Jadi, seberapa keraspun kami mencoba, skoliosis itu tetap mendesak melengkung keluar. Tapi dengan SpineCor, skoliosis itu akan tertekan kedalam, jikapun tidak merubah, itu akan membantu menahan tulang untuk tetap dalam keadaan yang diinginkan. Puteri datang kesini, saat kurva tulang belakangnya sudah 38°. Kami memang masih bisa menanganinya, tapi kemungkinannya sangat kecil untuk bisa membuat skoliosisnya ada dibawah 10° atau 15° dalam waktu dua tahun. Sampai sekarang, skoliosisnya terjaga saat ia memakai brace, tapi tidak saat ia melepasnya. Jadi sangat saya ingatkan pemakaian brace ini tidak boleh kurang dari 20 jam sehari.
     "Mungkin perubahan yang bisa dicapai oleh kami selama dua tahun ini takkan terlalu pesat, tapi yakinlah kami dapat merubah skoliosisnya menjadi lebih ringan. Katakanlah, 25° sampai 20°. Tapi, selama ia memakai brace ini sampai tulangnya berhenti tumbuh, skoliosisnya terjaga. Jangan terlalu khawatir," dr.Liem menatapku dan tersenyum.
     "Kamu juga, jangan lupa exercise-nya ya? Jangan malas, ingat" dr.Liem mengambil bola pemberiannya dari atas meja dan menyerahkannya ke tanganku. "This ball is your bestfriend now". Aku menatap bola di tanganku dan terdiam.
     Setelah menerima surat pengantar dari dr.Liem untuk guru olahragaku, aku pulang. Dan disinilah aku, di tengah deru kendaraan dan tetesan hujan, merenungkan bagaimana aku harus benar-benar bertekad untuk merubah keadaan skoliosisku. Tidak ada yang mustahil di dunia ini. Tidak ada usaha yang gagal jika diiringi dengan doa, dan Tuhan mendengar setiap doa hambanya.
     Seusai shalat maghrib, aku mengatupkan mataku dan berdoa panjang lebar padaNya.
Bismillahirrahmanirrahim...


-puterica.

2 komentar:

  1. mba boleh tau ga, untuk kunjungan tiap kali kedokter berapa ya? saya jg penderita skoliosis

    BalasHapus
  2. @elie sofy : halo!:) biasanya sih 1,5 jt, tapi bs ditanya tanya lagi yaa...

    BalasHapus